Running to Know You

fra.
6 min readJun 21, 2023

--

Good morning, Al” sapa Joffran dengan senyuman lebar saat Alana memasuki mobilnya.

“Haiiii, Jo.” Balasnya juga dengan senyuman yang tak kalah lebar. “How was your trip?

Joffran menjalankan mobilnya. Ia mengangguk-anggukan kepalanya sambil membelokkan setir kemudi ke kiri dan memasuki jalan raya. “Not good not bad. Ya gitu-gitu ajalah. Sewajarnya business trip ajaa gimana.”

Alana terkekeh. “Iya juga, ya.”

Joffran melirik sekilas ke arah jok belakang, “Eh iya, itu bolu titipan lo, Al.”

Alana mengikuti arah pandang Joffran. Ia lalu meraih satu paper bag dan meletakkan paper bag tersebut di atas pahanya. “Kok banyak banget?” Tanyanya saat ia membuka paper bag tersebut dan terdapat beberapa barang selain bolu titipannya. Ia lalu menatap Joffran.

Laki-laki itu melirik sekilas, “Enggak, ah. Orang cuma bolu sama beberapa coklat dan kopi, kok.”

“Ya itu banyak Joffran. Gue kan cuma nitip bolu? Terus ini ada sirup juga?”

“Kata temen gue kopi dan coklat khas Medan enak, Al. Terus gue cobain sendiri dan emang enak. I think maybe you wanna try. Karna gue nggak tau lo suka kopi atau coklat jadi gue bawain dua-duanya.” Balasnya kemudian menatap Alana karna traffic light di depannya berubah warna menjadi merah. “Terus itu sirupnya rasa markisa. Itu enak banget, Al. Apalagi diminum pake es dan siang-siang, seger abis!”

Alana tersenyum sambil menunduk dan melihat kedalam paper bag tersebut. Ia lalu mendongak dan menatap Joffran. “That’s very sweet. Thank you, Jo.”

Joffran mengangguk. Dua sudut bibirnya tertarik keatas.

Alana menghela napas berat. Napasnya tersenggal. Ia berhenti. Tubuhnya menunduk dan kedua tangannya bertumpu pada kedua lututnya. Kurang lebih 30 menit ia berlari –jogging mengelilingi hutan kota di pusat kota Jakarta.

“Jo… gue… udahan… capeeekk!” Ujar gadis itu terbata-bata. Ia berusaha mengatur napasnya.

Joffran yang berada beberapa langkah di depan Alana lalu berhenti. Ia berbalik dan terkekeh melihat gadis itu berusaha mengatur napasnya. Pipinya memerah dan keringat membasahi wajahnya. Kepala bagian atasnya terlihat basah.

“Ya udah, berhenti dulu yuk.” Joffran memegang kedua bahu Alana dan menuntun gadis itu. “Tuh duduk di bawah pohon situ aja tuh.” Ia menunjuk tempat yang dimaksud dengan dagunya.

Joffran tertawa pelan saat memperhatikan ekspresi Alana dari dekat.

“Gausah ngetawain gue, Joffran!” Dengus gadis itu sebal.

Sorry sorry. Gue beli minum dulu ya, lo mau apa, Al?”

“Apa aja deh, yang penting minum.” Ia masih berusaha mengatur napasnya.

“Oke, tunggu bentar, ya. Kakinya lurusin, Al.”

Alana mendongak saat Joffran menjulurkan sebotol air mineral dingin. Alana bergumam mengucapkan terima kasih dan Joffran mengangguk sebagai balasannya. Laki-laki itu lalu mendudukkan dirinya di samping kanan Alana.

“Capek banget?” Tanya pria itu retoris.

Alana menenggak air dari botol tersebut sebelum menjawab pertanyaan Joffran. “Lumayan.” Ia menutup botol tersebut. “Kayanya hari ini gue lari lebih jauh deh dari yang di GBK.”

“Masa sih?”

“Iya. Capek banget, gue. Lagian, liat nih.” Gadis itu menunjukkan smartwatch yang menampilkan riwayat outdoor run yang ia lakukan beberapa saat lalu, lengkap dengan distance dan waktu yang sudah dilakoni. “Empat koma tujuh kilometer! Kayanya yang pas di GBK nggak sejauh ini.”

Joffran terkekeh. Ia lalu melirik smartwatch yang melingkar di pergelangan kiri gadis itu lalu beberapa kali menganggukan kepala setuju.

“Tapi kok nggak berasa jauh ya, Jo?” Ia menoleh ke kanan –dimana Joffran duduk.

“Mungkin karena disini pemandangannya beda, Al. Liat aja sekeliling lo nih. Ijo-ijo. Adem, asri. Makanya larinya jadu gak berasa capek.” Joffran menatap Alana. Ia menganggukan kepalanya beberapa kali. “Oke juga saran lo.”

Alana tersenyum bangga.

Anyway, lo udah dari kapan lari pagi begini Jo? Terus larinya tiap hari?”

Joffran menutup botol lalu mengubah posisi duduknya sedikit menyamping menghadap Alana. Ia terlihat berpikir. “Dari jaman kuliah deh kayanya, Al. Gatau juga exact time nya kapan. Kalo tiap hari lari sih enggak. Sesempetnya aja. Kadang lembur kan, kadang weekend udah capek juga. Cuma gue berusaha olahraga aja setiap hari. Apapun. Walopun cuma 10 menit.”

Alana mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Selain lari?”

“Hmm, nge-gym sih paling. Kadang golf, basket juga kalo ada temennya.”

“Golf sama basket sering bareng Jiel berarti, Jo?”

Joffran mengangguk. “Lumayan. Kadang Riri juga ikutan main. Tapi gue nggak pernah liat lo deh kayanya, Al? Padahal kayanya kalian lengket banget kan.”

Alana tertawa. “Gue nggak suka olahraga, kan. Cuma renang doang satu-satunya olahraga yang gue suka. Itupun gue jarang juga, mager ke kolam renangnya. Paling kalo pas staycation di hotel atau nginep di villa gitu. Apart gue sih nggak ada.”

“Emang kalo di apart lo ada kolam renang, bakalan sering?” Tanya Joffran jahil. Wajahnya menahan senyum.

“Ya nggak juga sih, hahaha.”

Joffran ikut tertawa mendengar jawaban gadis itu. “Terus kenapa tiba-tiba mulai lari?”

Alana mengangkat kedua alisnya.

“Maksud gue, out of other sports, kenapa lo pilih lari atau jogging ini.”

Alana mengangkat kedua bahunya acuh. Ia menatap lurus ke depan. “Nggak tau. Tiba-tiba aja kepikiran buat lari. Cuma karna gue nggak kuat lari jadinya ya jogging.” Alana mengalihkan pandangannya menatap laki-laki disampingnya. “Kayanya sih gara-gara lo ya, Jo.”

“Gue?” Tanya Joffran bingung. Alisnya terangkat satu dengan jari telunjuk menunjuk diriny sendiri.

“Waktu di DM kan lo yang nyaranin gue buat lari?”

“Seinget gue sih gue bilangnya olahraga ya, Al.”

“Masa sih? Mungkin karna waktu itu lo bilang lo mau lari jadi gue keingetnya lari.”

Joffran mengangguk lagi. “Terus gimana, Al rasanya udah rutin lari kaya sekarang?”

“Hmm gimana, ya. Capek jelas, hahaha. Terus butuh penyesuaian. Dan paksaan juga, hehe. But I guess you were right. Rasanya lebih fresh ya abis olahraga? Terus mood gue juga bagus terus. Nggak yang selalu bagus gitu sih, I mean bad days and bad mood still there tapi nggak tau kenapa kaya lebih enteng aja gitu. Paham kan maksud gue?”

Joffran mengangguk dan tersenyum. “Told ya. Udah berapa lama sih lo?”

“Dua mingguan ini deh kayanya. Eh apa udah tiga minggu, ya? Gatau deh lupa. Pokoknya segituan. Itungannya pas gue abis putus sama Kiev, hehehe. Cuma gue tuh nggak yang rutin banget gitu loh, Jo dan cuma sebentar-sebentar juga olahraganya.”

“Ya gapapa, Al. Yang penting rutin biar terbiasa. Nanti lama-lama bakal jadi lifestyle. Pernah denger twenty one per ninety rule?

Alana menggeleng. Ia menatap Joffran dengan wajah penasaran dan antusias menanti jawaban laki-laki itu.

It takes 21 days to make a habit and 90 days to make a lifestyle. Ini kan lo rutin olahraga kurang lebih udah 21 hari tuh, berarti udah jadi habit, Al. Keep it up sampe 90 hari biar jadi lifestyle. Nanti lo akan ngerasa nggak enak kalo sehari aja skip olahraga. Malah berasa capek. Percaya deh sama gue, nggak ada ruginya kok olahraga.”

Alana mengangkat telapak tangannya menempel dengan dahinya untuk membentuk gerakan hormat. “Siap, coach!” Balasnya dengan suara yang dibuat lantang.

Joffran tertawa. “Next time mau coba olahraga yang lain nggak? Biar ada variasinya, Al. Biar nggak bosen juga.”

“Boleh tuh. Apa kira-kira yang cocok buat gue, Jo?”

“Selain berenang sama sekali nggak ada yang bikin lo tertarik?”

Alana berpikir sejenak. “Horse riding? Atau squash kali ya, Jo. Badminton juga pengen. Gue bisa sih, tapi ala-ala aja, nggak jago kaya Liliana Natsir.”

“Liliana Natsir mah legend, Al.” Balas Joffran. “Horse riding?? Gue kira lo jago?”

Alana terbelalak mendengar pernyataan Joffran. “Jago darimana??? Asumsi lo kocak benerrr!” Ia lalu tertawa.

Profil picture instagram lo.”

We can’t trus social media, Joffran. Astaga, lo badan doang titan, tapi polos juga yaaa, hahaha. Itu mah gue foto ala-ala aja. Karna bagus yaudah gue jadiin profpic.”

Joffran tersenyum malu. “Mau horse riding nggak Al, kapan-kapan? Kebetulan temen gue ada yang punya equestrian.”

Equestrian buat horse riding? Bukan horse riding yang keliling-keliling puncak sama abang-abang kan?”

Joffran tertawa lagi. “Bukan, lah! Beneran equestrian. Ada coachnya juga. Mau coba?”

Alana mengangguk antusias. “Wah mauuuuuu!!!”

“Iya. Coba nanti gue tanyain ke dia, ya, registrasinya dan lain-lainya gimana.”

Alana lagi-lagi mengangguk antusias.

Btw ini lo udah laper belom, Al?”

“Udah, hehehe.”

Joffran terkekeh. “Oke. Menu kali ini ketoprak. Gimana? Suka nggak?”

“Mauuuuuu!”

“Tapi gue lari satu puteran lagi ya?”

Alana mengangguk. “Silakaaannn” kedua tangannya terbuka membuat gesture mempersilahkan.

Joffran berdiri. Ia menunduk sebelum bertanya pada Alana “Nggak mau ikut?”

Alana menggeleng dengan cepat. “Nggak. Capeeekkk, Jo. Udah lo aja sanaaaa. Gue tunggu disini.”

Joffran tertawa. “Yaudah, olahraganya dilanjut lagi besok. Kita sarapan aja abis ini. Bentar yaaaa, Al.”

Alana mengangguk dan tersenyum lebar. “Semangaaaattt Joffraaan!” Teriak Alana sambil mengepalkan kedua tangannya di udara.

Joffran yang sudah berjarak beberapa meter dari tempat Alana duduk tersenyum lebar. Ia terkekeh, “Semangaaatt!” Sambil mengepalkan salah satu tangannya di udara

--

--

fra.
0 Followers

the ideas fillin' my head: an archive