Bali, Day 1

fra.
8 min readAug 31, 2023

--

Alana membuka mata dan meraih ponsel diatas laci di sebelah tempat tidurnya. Ia membuka ponsel tersebut untuk melihat jam. Pukul 08.30. Ia bangun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu untuk keluar dari kamar.

Good morning, Alanut. Jam berapa ini lo baru bangun, ckckck.” Sapa Jiel tepat setelah ia menginjakkan kaki di ruang tengah. Laki-laki itu tengah duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan.

Alana mendengus. Matanya mengerjap beberapa kali untuk mengembalikan kesadaran diri sepenuhnya. Ia berjalan cuek melewati Jiel yang sedang bersantai dengan secangkir teh hangatnya.

“Pagi, Nanaaaaa.” Sapa Riri dari dapur. Perempuan itu sedang sibuk mengeluarkan beberapa barang dari dalam kantong kresek.

Alana berjalan menghampiri Riri. “Pagiiii, Riiii.” Ia memeluk leher gadis itu lalu mengusap perut buncit sahabatnya. “Pagiiii peanut butter!”

Riri tersenyum. “Pagiiii, Tynaaa!”

“Pagi, Al.” Sapa Joffran yang berada di balik kulkas. Laki-laki itu tersenyum.

“Pagiiiii.” Gadis itu melangkah mendekati kulkas. “Ada air dingin nggak?” Tanyanya pada Joffran.

“Ada nih.” Jawab pria itu lalu meraih sebotol air dingin dari salah satu rak di pintu kulkas tersebut dan menyerahkannya pada Alana yang dijawab ‘thank you’ oleh gadis itu tanpa suara.

“Ini tadi gue baru belanja dikit di mini market deket sini sekalian morning walk, cuma ada roti tawar sama selai coklat. Lo pada mau nyari sarapan diluar apa mau sarapan ini aja?” Tanya Riri kepada semua orang yang ada di ruangan tersebut.

Jiel menoleh. “Cari gofood aja Yang, ntar siang aja baru kita lunch diluar.”

“Ngikut aja sih gue.” Jawab Alana dan diikuti oleh anggukan Joffran.

“Kalian sampe jam berapa semalem?” Tanya Riri saat mereka tengah duduk mengelilingi meja makan.

Riri dan Jiel duduk bersisian menghadap ke arah kolam renang sedangkan Alana dan Joffran duduk bersebelahan dengan arah yang sebaliknya. Mereka menikmati seporsi nasi uduk lengkap dengan lauknya yang mereka pesan melalui aplikasi online.

“Jam berapa ya, Jo?” Alana melirik ke arah Joffran yang duduk di samping kanannya.

“Lupa. Kayanya jam satu-an deh.” Jawab Joffran di tengah kunyahannya.

Jiel mendongak. “Kemana dulu lo berdua?!”

“Makan malem.” Jawab Alana.

“Di?” Tanya Jiel lagi.

“Kamu tuh kepo banget kenapa sih?!” Ucap Riri yang merasakan tanda-tanda jika Alana dan Jiel akan mulai berdebat setelah ini. “Yang jelas di restoran.”

“Bener.” Sahut Alana.

“Ya aku kan nanya doang, Yang.” Jawab Jiel merengut sembari melanjutkan sarapannya.

“Ini kita cuma stay di villa doang atau kalian ada plan mau kemana?” Tanya Joffran tak menghiraukan perdebatan tidak penting diantara ketiga orang tersebut.

Jiel menggeleng. “Impromptu aja.”

“Atau kita bikin plan aja ya sekarang? Ya nggak usah yang saklek banget. List tempatnya aja.” Usul Riri.

“Boleh, tuh.” balas Alana. Joffran dan Jiel kompak menganggukan kepala.

“Oke.” Riri meraih iPad nya dan membuka aplikasi notes di dalamnya. “Jadi pagi ini kita santai-santai aja ya di villa. Terus kita lunch di luar, ntar sekalian jalan. Sunset seru kali ya? Enaknya dimana?”

“Di Jimbaran?” tanya Jiel. “Sekalian dinner seafood di sekitar situ aja, kamu pengen makan udang kan dari kemarin.”

Ketiga orang lainnya pun mengangguk setuju.

Lunch dimana ya enaknya?” tanya Riri lagi.

“Lo berdua aja yang cari, biasanya cewek suka tau cafe atau resto yang aesthetic-aesthetic gitu.” usul Joffran menatap Alana dan Riri bergantian.

Kedua perempuan di ruangan itu segera membuka ponsel masing-masing.

“Pikirin nanti deh itu, sekarang lanjutin dulu aja itinerary nya.” Ucap Jiel.

Okay, let’s decide the lunch later, ini day one cuma gini aja plan nya? Malemnya acara bebas aja gak sih guys? Nongkrong di cafe atau villa aja sambil ngobrol-ngobrol. Gimana?” tanya Riri.

Ketiganya sepakat.

“Oke, terus besok kita mau kemana?” tanya Riri lagi.

“Aku sama Joffran mau surfing dong, Yang.” Ucap Jiel.

Riri mengangguk. “Berarti breakfast diluar aja kali ya?” Ia menatap dua laki-laki itu bergantian. “Kalian mau surfing dimana?”

Jiel tampak berpikir. “Dimana, Joff?”

“Pantai seminyak?” Balas Joffran.

“Oke, kalo kalian surfing gue sama Alana jalan sendiri yaa!” Seru Riri. “Gimana, Na?”

“Boleh.” Jawab Alana sambil mengangguk setuju.

“Emang mau kemana Yang?” Tanya Jiel pada istrinya.

“Mmmm… GWK?” Jawab Riri.

“GWK aku juga mau ikut! Sorenya aja itu. Paginya kalian ke tempat lain aja dulu.” Usul Jiel.

“Yaudah. Kita pikirin nanti aja ya, Na?”

Alana mengangguk lagi.

“Sore atau malemnya?” Tanya Riri lagi. “Clubbing?” Perempuan itu menaikkan kedua alisnya.

Ketiga orang di ruangan itu terperangah.

“NGACO!” Sergah Jiel. “Lagi hamil nggak usah aneh-aneh!”

Joffran dan Alana menunjukkan ekspresi setuju.

“Ke Bali nggak clubbing rugi, guys.” Bantah Riri.

“Nggak.” Balas Jiel tegas. “Di villa aja. Kamu perlu istirahat seharian kan udah jalan-jalan, tuh. Besoknya juga perjalanan pulang.”

“Aku hamil bukan sakit.” Balas Riri tak terima.

“Tapi tetep perlu istirahat, Sayang. Nggak ya?”

“Kasian Joffran sama Alana dong kalo di villa doang?”

“Ya mereka kalau mau jalan ya biar aja jalan berdua. Kita di villa.” Jawab Jiel santai.

Riri mendengus.

Alana dan Joffran hanya terdiam mendengar percakapan setengah debat kedua sahabat mereka.

“Iya-iya.” Riri menyerah. “Hari ketiganya mau kemana? Kan kita flight malem tuh, tapi check out villa dari siang.”

“Cari oleh-oleh aja gimana?” Usul Alana.

“Iya. Sambil nunggu waktu flight kita lunch dulu dimana gitu.” Balas Jiel.

Okay. Beres ya nih ya, itinerary ala-ala kita.” Riri menutup iPadnya. “Tapi kayanya kita butuh beberapa makanan dan snack deh guys. Na, ke supermarket yuk.”

“Lo bukannya tadi udah keluar, Ri?” Tanya Alana.

Riri mengangguk sembari menguyah keripik. “Cuma morning walk disekitar sini aja.”

“Nggak capek emang?”

“Nggak, lah.”

“Udah gue aja yang belanja, lo istirahat nanti juga keluar villa kan lo bakal banyak jalan juga. Whatsapp-in aja yang dibutuhin.” Alana berdiri dari duduknya. “Gue ganti baju bentar.” Ia lalu melangkah menuju kamarnya.

“Lo sendirian?” Tanya Riri sedikit berteriak.

Joffran berdiri dari kursinya, “Gue temenin.” Ia beranjak dan berjalan membuntuti Alana menuju kamarnya sendiri untuk mengganti pakaiannya.

“Kok kayanya mereka udah deket banget, ya, Yang?” Tanya Jiel berbisik setelah Joffran dan Alana menghilang dibalik pintu kamar mereka masing-masing. “Kamu ngerasa gitu juga gak?”

Riri mengangguk setuju. “Ya udah, biarin aja.”

“Iya. Maksud aku sejak kapan mereka deketnya? Kok Joffran nggak pernah cerita ke aku, ya? Alana cerita sesuatu nggak ke kamu?”

“Cuma waktu dia putus sama Kiev doang sih.” Jawab Riri santai sambil meneruskan agenda sarapannya.

“Curiga deh aku, Yang.”

Riri menoleh ke arah suaminya. “Udah deh, kamu nggak usah mulai.”

“Kan aku kepo.” Jiel merengut. “Kalo iya mereka deket, sejak kapan?”

“Nggak usah kepo. Kalopun iya mereka beneran deket, ya udah biarin. Bukannya malah bagus? Siapa tau emang jodohnya Alana tuh Joffran? Begitupun sebaliknya.” Balas Riri.

“Iya, sih. Aku setuju-setuju aja aku kalo mereka berdua jadi.”

Riri tertawa. “Sok banget kamu. Emang kamu siapanya mereka punya hak ngasih restu segala?”

Jiel ikut tertawa. “Sahabatnya.”

“Sahabat doang mah nggak ada hak.” Balas Riri.

“Walopun aku sama Alana persis tom and jerry, tapi dia udah kayak adikku. Joffran juga udah kayak abangku. Aku jadi saksi waktu mereka nangis-nangis.”

Riri mengangguk setuju. “Emang waktu itu si Joffran nangis-nangis, Yang?”

“Bukan lagi, Yang. Depresi tuh anak. Kayak nggak punya gairah hidup. Bahkan dia bilang dia udah nggak punya tujuan hidup lagi.” Ucap Jiel sebelum menyendokkan suapan terakhir ke mulutnya. “Tapi kayanya akhir-akhir ini dia udah jauh lebih oke sih. Lebih sumringah aja kalo aku liat.”

Raut muka Riri berubah sendu. “Separah itu ya ternyata si Joffran?”

Jiel mengangguk. “Ya kamu bayangin aja, Yang, kurang dua minggu dia nikah, tunanganny–” penjelasan Jiel terputus karna Riri menyenggol pelan lengannya.

“Ssstt…ssttt...” Ia menyenggol lengan Jiel karna mendapati Alana dan Joffran berjalan ke arah mereka.

“Ini lo berdua mau beli apa biar sekalian gue catet.” Tanya Alana pada Riri dan Jiel.

“Gue nitip snack yang kayak biasanya aja. Sama kopi ya, Na, jangan lupa.” Jawab Jiel.

“Gue nggak ada yang spesifik sih, Na. Gue yakin lo udah paham juga sama selera kita.” Ucap Riri

“Oke. Kalo ada tambahan whatsapp aja.” Alana memasukkan ponselnya ke dalam tas. “Gue jalan dulu ya, kalo gitu. Yuk, Jo.”

Joffran mengangguk dan berjalan membuntuti Alana.

“Oh iya, Na!” Panggil Riri sedikit berteriak karna Joffran dan Alana sudah berjarak beberapa jengkal dari tempatnya duduk.

Alana menoleh.

“Jangan lupa beli bahan makanan buat sarapan lusa atau dinner besok ya. Yang simpel-simpel aja. Mie instan atau apa gitu jaga-jaga aja kalo tiba-tiba laper.”

“Kamu nggak boleh makan mie instan, Yang.” Jiel bersuara.

“Dikit doang gapapa.” Balas Riri.

“Oke.” Balas Alana.

“Udah gue transfer ke rekening lo ya, Na!” Ucap Jiel yang juga sedikit meninggikan suaranya. “Sekalian uang sewa mobil kemaren!”

“Padahal gue juga gapapa.” Jawab Alana.

“Kan gue udah bilang gue yang traktir semuanya.”

Alana menyenggol pelan lengan Joffran. Ia mencondongkan badannya kearah laki-laki di sampingnya itu. “The perks of having rich best friend. Ya gak, Jo?” Gadis itu tersenyum jahil sambil menaikkan turunkan kedua alisnya.

Joffran mengangguk setuju sebelum keduanya tertawa bersama. Sementara di meja makan Riri dan Jiel menoleh dan menatap punggung kedua sahabatnya bingung.

“Tuh kan, Yang!” Seru Jiel pada Riri setelah keduanya menghilang dibalik pintu.

Riri hanya mengangguk dan tersenyum. Hatinya mengucap doa jika memang benar mereka saat ini tengah dekat, semoga Joffran menjadi yang terakhir untuk sahabatnya itu. Dan semoga mereka bisa saling membahagiakan satu sama lain.

“Ini kita cuma beli snack, Al?” Tanya Joffran dibalik trolley. Ia bertugas mendorong trolley, sedangkan Alana berjalan di depan dan memilih barang-barang.

Alana menunjukkan wajah tengah berpikir. “Enaknya beli bahan makanan apa ya, Jo?”

“Yang gampang aja gak sih, Al? Tapi selain mie instan. Kasian Riri kalo kita makan ntar dia kepengen.”

Alana mengangguk setuju. “Spaghetti?” Ia menoleh pada Joffran.

“Boleh.”

Mereka lalu melanjutkan langkah menuju rak yang menampilkan berbagai macam bahan makanan.

Spaghetti atau linguine atau fettucine, ya, Jo?”

“Apa aja boleh.”

“Eh atau lasagna ya?” Tanya Alana lagi.

“Emang bisa masaknya?” Tanya Joffran sambil menahan tawa.

Alana memutar bola matanya sebal. “Siapa ya yang kemarin sampe take away CASSEROLE gue??” Ia melirik laki-laki di sampingnya sinis.

Joffran tertawa. “Bercandaaaaa.” Ia menjeda kalimatnya. “Jadi mau masak lasagna?”

Alana mengangguk dan mengambil satu kotak pasta lasagna. “Eh di villa ada oven kan ya?”

“Ada kok.”

“Oke aman.”

“Udah semua ini, Al?” Tanya Joffran setelah mereka mengelilingi supermarket selama kurang lebih 30 menit. Kini, separuh dari trolley mereka sudah dipenuhi beberapa barang-barang untuk disantap atau dimasak di villa seperti daging cincang, pasta lasagna dan fettucine, daun parsley, oregano, dan berbagai bahan makanan lainnya.

Alana memindai isi trolley mereka. “Kayanya sih, udah. Yuk ke kasir.”

“Abis ini mau kemana lagi, Al?” Tanya Joffran setelah mereka berdua berada di dalam mobil bersiap meninggalkan area parkir supermarket. “Langsung balik ke villa?”

“Cari es krim yuk, Jo.”

Joffran mengangguk. “Boleh. Mau beli dimana?”

“Nah itu yang gue nggak tau. Bentar,” balas Alana lalu membuka ponselnya dan mencari kedai es krim di sekitar mereka.

“Eh, ini ada cafe deket sini. Mereka jual croissant, dari gambarnya keliatan enak. Kesana, yuk, Jo.” Ucap Alana setelah kurang lebih 5 menit jarinya berselancar di instagram mencari kedai atau cafe yang menjual es krim di sekitar mereka saat ini.

Alis Joffran berkerut. “Kok jadi croissant? Bukannya tadi lo ngajak cari es krim? Apa gue salah denger?”

Alana tertawa. “Lo nggak salah denger, Jo. Emang gue nya aja yang suka random. Nggak mau ya, croissant?” Raut wajah Alana berubah sendu yang dibuat-buat.

“Ada americano nya nggak?”

“Harusnya sih ada, ya. Kan cafe.” Balas Alana sibuk dengan ponselnya.

Tiba-tiba gadis itu berbalik dan menatap Joffran intens. “Udah berapa gelas kopi hari ini?” Tanyanya menelisik sambil mengacungkan jari telunjuknya di depan Joffran.

Joffran memundurkan wajahnya sedikit. “Nol gelas, Al.”

“Yang bener?” Tanya gadis itu lagi.

“Kita lagi tinggal di villa yang sama. Ada lo liat gue minum kopi seharian ini?” Joffran balik bertanya.

Alana terkekeh. “Belum kayanya? Gatau lah, kan gue bangunnya telat tadi.”

“Nah. Yaudah.”

“Apa?”

“Waktunya gue minum kopi.” Balas Joffran

“Kenapa gue jadi kepo banget ya, Jo, lo udah minum kopi atau belum.” Ia tertawa. “Sorry. Gue nggak bermaksud ikut campur urusan lo, hehe.”

Joffran tersenyum. “No need to say sorry lagi, Al, malahan gue makasih udah diingetin.”

Alana ikut tersenyum. “Yaudah. Nunggu apalagi? Yuk jalan.”

Joffran tertawa lalu menarik tuas handrem dan menjalankan mobilnya.

--

--

fra.
fra.

Written by fra.

0 Followers

the ideas fillin' my head: an archive

No responses yet